Rusaknya Ekosistem Laut Akibat Limbah Plastik, Kok Bisa?
PENCEMARAN LAUT
Plastik merupakan salah satu barang yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena memiliki sifat yang ringan, kuat, tahan lama, dan murah. Dengan sifat tersebut, plastik di bumi menjadi banyak akibat banyaknya penggunaan dalam kehidupan. Berdasarkan data, kebutuhan plastik di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun yaitu Pada tahun 2010, kebutuhan plastik sekitar 2,4 juta ton, dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 2,6 juta ton. Akan tetapi, penggunaan plastik yang besar ini dapat menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan (Surono, 2013). Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), penduduk Indonesia setiap harinya menghasilkan 0,8 kg sampah per orang atau secara total sebesar 189 ribu ton sampah per hari. Berdasarkan jumlah tesebut, sekitar 15% berupa sampah plastik atau sejumlah 28,4 ribu ton sampah plastik per hari (Cordova, 2017).
Sampah plastik ini sulit terurai di dalam laut sehingga terdapat beberapa penanganan sampah yang dilakukan dengan cara membakar sampah plastik. Akan tetapi, pembakaran sampah plastik ini akan menimbulkan pencemaran diudara dengan beberapa kandungan berbahaya di dalam plastik sehingga akan berdampak negatif bagi manusia. Dengan begitu, sampah plastik ini dapat menyebabkan pencemaran pada lingkungan khususnya lautan. Pencemaran sampah di laut menjadi permasalahan yang dihadapi Indonesia dan menjadi faktor utama pada pencemaran laut Indonesia. Pencemaran air laut ini tidak hanya berdampak pada ekosistem laut dan biota laut, tetapi juga manusia ikut terkena dampaknya (Ningsih, 2018).
Klasifikasi
Sampah Plastik di Laut
Plastik merupakan jenis makromolekul yang dibentuk
dengan proses polimersasi yaitu proses penggabungan beberapa molekul sederhana
(monometer) melalui proses kimia menjadi molekul besar (makromolekul atau polimer).
Sampah plastik yang ada di laut terdiri dari jaring ikan, tali,
pelampung dan perlengkapan penangkapan ikan lain, kantong plastik, kemasan
plastik, mainan plastik, wadah tampon, puntung rokok, korek api, butir resin
plastik, serta partikel
plastik mikro (Patuwo, dkk,
2020).
Sampah plastik dapat diklasifikasikan berdasarkan
ukuran, asal, bentuk, dan komposisi. Adapun ukuran ini digunakan untuk
mengklasifikasi marine debris yaitu sebagai berikut.
No |
Jenis |
Skala |
1 |
Mega plastik debris |
>100 mm |
2 |
Makro plastik debris |
>20-100 mm |
3 |
Meso plastik debris |
>5-20 mm |
4 |
Mikro plastik debris |
0,3-5 mm |
Sampah laut (marine debris) merupakan benda padat yang
kuat dan tahan lama, diproduksi atau di proses oleh manusia, sengaja
atau tidak sengaja, dibuang atau ditinggalkan di dalam lingkungan laut (National Oceanic and Atmospheric Administration. 2013).
Plastik
yang masuk ke ekosistem laut mengalami degradasi baik secara oksidasi termal
dengan radiasi ultraviolet, dan degradasi secara mekanik sehingga ukurannya
akan semakin kecil. Semakin
kecil ukuran dari plastik akan meningkatkan kemungkinan bioavailabilitas
plastik pada organisme laut
atau dapat dikatakan bahwa semakin kecil partikel plastik, maka semakin besar
kemungkinan plastik dicerna oleh kehidupan di laut. Biota laut yang terdeteksi
mengakumulasi mikroplastik diantaranya adalah kopepoda dan kepiting (Cordova, 2017).
Proses Pencemaran
Laut Akibat Sampah Plastik
Sampah plastik yang masuk ke laut berasal dari sungai,
aliran limbah, dan trasnportasi oleh angin atau pasang surut. Rata-rata
pelepasan sampah plastik ke laut sekitar 8 juta ton setiap tahunnya dengan
sekitar 5 triliun potongan plastik mengambang di laut. Biasanya,
plastik di lautan dapat terdegradasi dalam waktu satu tahun tetapi tidak
sepenuhnya. Selama proses degradasi plastik ini, bahan kimia beracun seperti
polystyrene dan BPA dapat dilepaskan ke dalam air yang menyebabkan polusi air (Alabi, dkk, 2019).
Sampah plastik yang mencemari laut ini dapat mengganggu
ekosistem laut salah satunya yaitu terganggunya hewan di lautan. Hewan
terpapar limbah plastik terutama melalui proses menelan dan keterjeratan. Akan tetapi, hewan di lautan ini lebih sering
mengonsumsi plastik dibandingkan terjerat plastik di lautan. Sebagian
besar hewan di lautan mengira bahwa sampah plastik dibuang ke laut untuk
dimakan. Penelanan
limbah plastik mampu menyebabkan gangguan dan kerusakan fisik pada sistem
pencernaan hewan,
mengurangi kemampuan pencernaan sistem yang mengarah pada kelaparan, kekurangan
gizi dan akhirnya kematian
(Alabi, 2019). Selain itu, keterikatan dalam produk plastik seperti jaring
dapat menyebabkan kerusakan dan kematian hewan laut. Keterjeratan
ini
menyebabkan risiko kesehatan pada sekitar 243 spesies kehidupan laut, yang
seringkali berakhir dengan kematian. Keterikatan hewan oleh puing-puing plastik
juga berkontribusi terhadap kematian dari predator, karena hewan tidak dapat
melepaskan diri dan melarikan diri (Abdullah, dkk, 2020).
Dampak
Pencemaran Air Laut
Pencemaran sampah plastik di laut ini dapat berdampak
pada konteks global, karena Indonesia ini merupakan negara kepulauan yang
dikelilingi laut yang sebagian tercemar oleh sampah sehingga berakibat pada
perairan laut yang tercemar secara global. Dengan adanya sebagian
sampah plastik dilaut maka dapat merusak ekosistem laut dan rantai makanan atau
biota laut yang dapat dimakan oleh hewan-hewan dilaut. Adapun sampah plastik yang menimbun
di dasar laut akan menahan air untuk sulit teresap kedalam tanah dan sirkulasi
udara dalam tanah akan dapat terhambat (Ningsih, 2018).
Pencemaran air laut ini akan berdampak pada manusia
dimana kebutuhan
air yang digunakan manusia juga dapat ikut tercemar sehingga dapat menyebabkan
penyakit bagi manusia karena air yang tercemar didalamnya pasti akan terdapat
bakteri atau kandungan berbahaya bagi manusia. Selain itu apabila ekosisitem laut
seperti hewan-hewan tercemar oleh sampah maka hewan tersebut akan mengandung
penyakit karena terinfeksi pencemaran dan apabila manusia mengkonsumsi ikan
tersebut secara tidak langsung pencemaran yang ada didalam ikan akan ikut
termakan oleh tubuh manusia dan tubuh manusia akan ikut menjadi tercemar oleh bakteri
ikan yang tidak sehat
(Ningsih, 2018).
Daftar Pustaka
Abdullah, A., Irawati, U., Qomariah, N., &
Ain, N. (2020). Buku Ajar Teknologi Tepat Guna: Mengolah Sampah
Plastik Menjadi Bahan Bakar Minyak. Banjarmasin: Lambung Mangkurat University Press.
Alabi,
O.A., K.I. Ologbonjaye, O. Awosolu, & O.E. Alalade. 2019. Public and
Environmental Health Effects of Plastic Wastes Disposal: A Review. Journal of
Toxicology and Risk Assessment. 5(1): 1-13.
Cordova, M. R. (2017). Pencemaran plastik di
laut. Oseana, 42(3), 21-30.
National
Oceanic and Atmospheric Administration. (2013). Programmatic Environmental
Assessment (PEA) for the NOAA Marine Debris Program (MDP). Maryland (US): NOAA.
168 p.
Ningsih, R. W. (2018). Dampak Pencemaran Air
Laut Akibat Sampah Terhadap Kelestarian Laut Di Indonesia. Jurnal
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 0-12.
Patuwo, N. C., Pelle, W. E., Manengkey, H. W.,
Schaduw, J. N., Manembu, I., & Ngangi, E. L. (2020). Karakteristik Sampah
Laut Di Pantai Tumpaan Desa Tateli Dua Kecamatan Mandolang Kabupaten
Minahasa. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis, 8(1), 70-83.
Surono,
U. B. 2013. Berbagai Metode Konversi Sampah Plastik Menjadi Bahan Bakar Minyak. Jurusan Teknik Mesin Universitas Janabadra Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar